Oleh Astuti Rahayu Putri,
Tiap tahunnya, pada tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu Nasional. Memang, sejak tahun 1928 peringatan ini sudah dilaksanakan dengan mengangkat tema yang berbeda-beda. Tahun ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA) telah merilis tema Hari Ibu 2023 yaitu ‘Perempuan Berdaya, Indonesia Maju’ (sumber: cnnindonesia.com/17-12-2023).
Lalu apa yang dimaksud dengan perempuan berdaya? Tentu, sebelum memperjuangkannya, penting bagi kita untuk mengetahui makna sesungguhnya dari perempuan berdaya. Kerena jika tanpa ada makna dan batasan yang jelas akan maksud dari pemberdayaan perempuan. Maka bisa jadi nanti malah kebablasan, yang malah berujung pada kehancuran.
Makna Perempuan Berdaya Saat Ini
Hari ini, perempuan berdaya dimaknai sebagai bentuk eksistensi perempuan dalam berbagai sektor pembangunan. Artinya, kini perempuan harus punya andil dalam berbagai sektor yang dapat meningkatkan pembangunan bangsa seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan maupun politik, baru dikatakan dapat berdaya.
Sepintas ide ini seperti membawa angin segar bagi kaum hawa, mengingat sejarah kelam budaya patriarki masih membekas. Akan tetapi jika kita dalami kembali ide ini, masih banyak hal yang perlu ditinjau ulang.
Jika perempuan dianggap berdaya hanya jika bisa menghasilkan materi atau uang. Maka bagaimana dengan perempuan yang memutuskan untuk fokus mendidik anak di rumah? Apakah mereka ini tidak berdaya? Padahal tugas para ibu di rumah bukanlah tugas yang mudah, bahkan berat. Karena waktu 24 jam pun dalam sehari terkadang tak cukup menuntaskan segala pekerjaan rumah serta mendidik anak-anak di rumah.
Apalagi, kita bisa lihat bagaimana mirisnya potret generasi saat ini. Seks bebas, narkoba, kriminalitas dan lainnya, sangat dekat dengan kehidupan generasi. Bukankah ini adalah masalah yang urgen?
Mengingat kualitas generasi sangat menentukan masa depan bangsa. Oleh karenanya, disini peran ibu sangat vital, untuk memperbaiki kondisi generasi hari ini. Namun sayangnya, perempuan kini tidak lagi bisa berdaya full di rumah, tapi telah dibagi-bagi waktu dan tenaganya juga berkarir diluar.
Tak bisa dipungkiri, bahwa anggapan saat ini yang menganggap bahwa wanita karir atau wanita yang bekerja lebih istimewa kedudukannya dibandingkan perempuan yang tidak bekerja. Mulai berkembang pesat. Jelas ini adalah pengaruh dari paham kapitalisme, yang memposisikan kedudukan materi diatas segala-galanya. Standar kesuksesan hanya memakai parameter dunia yang berbalut materi.
Selain itu, imbas dari ekonomi saat ini yang menerapkan sistem kapitalisme juga mengakibatkan tingkat kemiskinan meroket naik. Bagaimana tidak, kita sedang berjuang di sistem yang tak memihak pada rakyat kecil, akan tetapi berpihak pada pemilik modal atau penguasa. Tak heran jika kondisi yang kaya makin kaya. Sedangkan yang miskin kian melarat nyata adanya.
Sehingga ketidakstabilan kondisi perekonomian rakyat hari ini, juga akhirnya yang memaksa para perempuan untuk turut andil memikul tanggung jawab mencari nafkah keluarga. Di sini perempuan memang tak ada pilihan lain lagi selain turut berdaya demi bisa bertahan hidup. Fokus perempuan atau ibu untuk mendidik anak pun tak bisa totalitas, karena harus turut berjuang menjadi tulang punggung keluarga.
Kemudian melalui isu kesetaraan gender juga semakin membajak peran perempuan sebagai pendidik generasi. Isu kesetaraan gender mengedepankan bahwa perempuan harus setara dengan laki-laki disemua bidang. Akhirnya perempuan pun semakin sibuk untuk mengejar peran yang sederajat dengan laki-laki. Sehingga melupakan peran yang sesungguhnya yaitu sebagai pendidik generasi.
Jelas sekali isu ini lahir karena adanya paham kebebasan atau sekularisme. Bahwa perempuan memiliki hak dan kebebasan untuk menuntut posisi yang sama dengan laki-laki. Sebenarnya dalam prakteknya sendiri, tak bisa memberikan keadilan yang sesungguhnya. Karena adil sejatinya tak harus selalu setara.
Bisa jadi, dibeberapa posisi memang tak diperuntukkan bagi perempuan karena tak seusai dengan fitrahnya. Maka dari itu, rancunya makna perempuan berdaya saat ini merupakan imbas dari penerepan sistem kapitalisme dan sekularisme yang tak mampu memberikan kesejahteraan sesungguhnya bagi perempuan.
Makna Perempuan Berdaya Sesungguhnya
Melihat kian hari kondisi generasi yang kian mengkhawatirkan. Maka sudah sepatutnya revitalisasi peran ibu sebagai pendidik generasi dilakukan. Karena sejatinya ibu adalah subjek vital yang menentukan kegemilangan generasinya. Kita bisa bercermin pada kisah Al-Khansa’ yang dijukuki sebagai ibu dari para mujahid sejati. Berkat kasih sayang dan didikan ibunya yang kuat akan agama.
Sehingga keempat putranya menjadi pejuang sejati yang membela agama Allah dan berhasil memperoleh gelar syahid. Hal tersebut tak lepas dari peran ibunya, yang berwasiat kepada anak-anaknya untuk menuju jantung musuh dan membunuh pemimpinnya.
Maka dari itu dalam Islam, makna perempuan berdaya sesungguhnya apabila ia telah berhasil mendidik anak-anaknya menjadi anak yang soleh dan soleha. Terkait dengan kontribusi wanita dalam bidang lainnya seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan maupun politik. Sebenarmya Islam tak melarangnya, namun ada batasan-batasannya. Serta, tak boleh sampai melupakan peran utamanya sebagai pendidik generasi.
Karena dalam islam, mulianya seorang perempuan adalah ketika ia mampu berdaya maksimal mengasuh serta mendidik anak-anaknya. Bahkan Islam sangat menghargai peran perempuan tersebut. Sebagai buktinya Rasulullah dalam hadistnya menyebutkan untuk memuliakan seorang ibu terlebih dahulu sampai 3 kali baru menyebutkan ayah. Dari Mu’awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu’ahu, beliau bertanya kepada Nabi:
“wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya hasan).
Agar hal ini dapat terwujud, tentu butuh penerapan totalitas sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Karena sejarah telah membuktikan. Bahwa ketika sistem Islam diterapkan mampu memberikan kesejahteraan baik itu dalam aspek ekonominya, kesehatannya, pendidikannya. Sehingga perempuan pun dapat fokus mengemban tugas mulianya sebagai pendidik generasi.
Khatimah
Momentum Hari Ibu sepatutnya menjadi bahan renungan bagi kita semua. Bahwa peran ibu sebagai pendidik generasi merupakan peran yang vital dan tak dapat tergantikan. Maka dari itu, perempuan berdaya sesungguhnya adalah ketika ia mampu mendidik generasi menjadi generasi yang soleh dan soleha. Tentunya untuk mewujudkan itu semua butuh dukungan negara yang mau menerapkan sistem Islam secara totalitas.
Wallahu a’lam bish-showaf.